News
Beranda / News / Penelitian Ungkap Instagram Bikin Gen-Z Sering Berbelanja Secara Impulsif

Penelitian Ungkap Instagram Bikin Gen-Z Sering Berbelanja Secara Impulsif

Salah satu tantangan terbesar di era digital adalah dorongan untuk berbelanja secara impulsif. Pernah merasa ingin membeli sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya karena tampilannya di media sosial terlihat menggoda? Bukan hal baru, terutama bagi Generasi Z. Dengan dominasi platform seperti Instagram, keinginan belanja bisa muncul hanya dalam hitungan detik. 

Fenomena ini dikupas tuntas dalam jurnal berjudul Instagram Made Me Buy It: Generation Z Impulse Purchases in the Fashion Industry oleh Elmira Djafarova dan Tamar Bowes. Artikel ini akan membahas bagaimana Instagram mendorong perilaku belanja impulsif dan apa yang bisa dipelajari dari temuan tersebut.

Instagram dan Belanja Impulsif

Media sosial, terutama Instagram, adalah lahan subur bagi merek fesyen untuk mempromosikan produk mereka. Generasi Z, yang tumbuh bersama teknologi, menghabiskan banyak waktu berselancar di Instagram setiap hari. Dengan feed yang penuh foto estetis, iklan kreatif, hingga unggahan selebritas mikro, tidak sulit memahami kenapa dorongan untuk membeli seringkali muncul tanpa perencanaan.

Namun, ada satu masalah besar: banyak dari pembelian ini adalah impulsif, alias tanpa dipikirkan matang-matang.

Data menunjukkan bahwa hampir separuh Generasi Z adalah pembeli impulsif, dengan perempuan cenderung lebih rentan dibanding laki-laki. Apa penyebabnya? Elemen visual Instagram ternyata memainkan peran besar, menciptakan kombinasi sempurna antara inspirasi dan godaan.

Dalam jurnal ini, Djafarova dan Bowes menggunakan model Stimulus-Organism-Response (S-O-R) untuk menganalisis bagaimana berbagai elemen di Instagram memengaruhi perilaku belanja impulsif Generasi Z.

Singkatnya, model ini melihat bagaimana suatu stimulus (misalnya, iklan atau unggahan influencer) memengaruhi emosi seseorang (organisme), yang kemudian menghasilkan respons berupa pembelian.

Tiga jenis stimulus utama yang dibahas adalah:

  1. Konten Buatan Merek (Brand-Generated Content/BGC): Seperti iklan resmi atau unggahan langsung dari akun merek.
  2. Konten Buatan Pengguna (User-Generated Content/UGC): Unggahan dari pengguna lain yang membagikan pengalaman mereka menggunakan produk tertentu.
  3. Pemimpin Opini (Opinion Leaders): Termasuk selebritas mikro dan influencer yang mempromosikan produk.

Mengapa Instagram Begitu Berpengaruh?

1. Tampilan Visual yang Memikat

Instagram adalah platform yang sangat visual. Pengguna tidak hanya melihat produk, tetapi juga bagaimana produk itu digunakan, dikombinasikan, dan bahkan dimaknai. Hal ini menciptakan emosi positif, seperti rasa senang atau antusias, yang memperlemah kontrol diri.

Misalnya, sebuah unggahan influencer yang memakai gaun tertentu mungkin membuat seseorang berpikir, “Ini cocok untuk acara minggu depan.” Pemikiran semacam ini sering memicu keputusan impulsif, terutama jika ada tautan langsung ke toko online.

2. Iklan yang Disesuaikan

Algoritma Instagram sangat pintar dalam menargetkan iklan. Iklan produk yang relevan muncul di feed berdasarkan aktivitas online pengguna. Hal ini menciptakan pengalaman yang personal, sehingga iklan terasa lebih seperti saran daripada promosi.

Namun, perempuan cenderung lebih terpengaruh oleh iklan semacam ini dibanding laki-laki. Dalam jurnal tersebut, banyak peserta perempuan mengaku melakukan pembelian impulsif setelah melihat iklan di Instagram, sementara laki-laki lebih cenderung mempertimbangkan pembelian mereka secara rasional.

3. Pengaruh Selebritas Mikro

Selebritas mikro atau micro-celebrities adalah influencer yang memiliki jumlah pengikut relatif besar, tetapi tetap terasa “dekat” dengan audiens mereka. Banyak merek memanfaatkan mereka untuk mempromosikan produk. Bagi Generasi Z, mereka adalah sumber inspirasi, terutama dalam hal gaya fesyen.

Namun, jurnal ini juga menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap selebritas mikro mulai menurun. Pengguna semakin menyadari bahwa banyak konten mereka adalah hasil kerjasama berbayar, yang kadang terasa kurang tulus.

4. Autentisitas Konten Pengguna

Unggahan dari teman atau pengguna lain dianggap lebih autentik dibanding konten promosi dari merek. Jika seseorang melihat temannya mengenakan produk tertentu dan terlihat keren, ada kemungkinan besar dorongan untuk membeli akan muncul. Namun, konten ini lebih berpengaruh pada perempuan dibanding laki-laki, yang cenderung tidak terpengaruh oleh gaya teman mereka.

Solusi untuk Mengendalikan Pembelian Impulsif

Melihat bagaimana Instagram mendorong perilaku impulsif, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengontrol dorongan tersebut:

1. Identifikasi Pemicu Belanja

Kenali apa yang sering memicu keinginan belanja. Apakah itu iklan, unggahan influencer, atau rekomendasi teman? Dengan mengenali pemicu ini, lebih mudah untuk menghindarinya.

2. Tetapkan Batasan Waktu di Media Sosial

Semakin lama waktu yang dihabiskan di Instagram, semakin besar peluang untuk terpengaruh kontennya. Mengatur batasan waktu harian di aplikasi bisa membantu mengurangi keterpaparan pada stimulus.

3. Buat Daftar Belanja Sebelum Membuka Aplikasi

Sebelum membuka Instagram, buat daftar barang yang memang benar-benar dibutuhkan. Dengan begitu, lebih mudah untuk menolak godaan pembelian impulsif.

4. Evaluasi Kebutuhan vs. Keinginan

Setiap kali muncul dorongan untuk membeli, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini kebutuhan atau hanya keinginan sesaat?

5. Hindari Mengikuti Akun yang Menggoda

Jika merasa terlalu sering terpengaruh oleh unggahan influencer atau merek tertentu, pertimbangkan untuk berhenti mengikuti akun tersebut.

Jurnal ini juga memberikan wawasan penting bagi pemasar. Merek fesyen yang ingin menjangkau Generasi Z melalui Instagram harus memahami dinamika antara stimulus, emosi, dan respons. Beberapa strategi yang dapat digunakan:

  • Fokus pada selebritas mikro yang relevan dan autentik.
  • Dorong pengguna untuk membagikan pengalaman mereka menggunakan produk merek (UGC).
  • Hindari promosi yang terlalu sering atau terasa memaksa.
  • Rancang kampanye yang memperhatikan perbedaan gender, karena laki-laki dan perempuan merespons stimulus dengan cara yang berbeda.

Instagram memang platform yang kuat, baik untuk konsumen maupun pemasar. Namun, kekuatan ini juga bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan inspirasi dan kemudahan akses ke produk. Di sisi lain, ia bisa menjadi penyebab pembelian impulsif yang tidak terencana.

Melalui jurnal ‘Instagram Made Me Buy It’ karya Djafarova dan Bowes, menjadi jelas bahwa Generasi Z sangat terpengaruh oleh elemen visual dan emosional Instagram. Pemahaman tentang cara kerja stimulus seperti iklan, selebritas mikro, dan UGC dapat membantu mengendalikan dorongan impulsif ini.